Kisah Inspiratif Gede Andika yang Menggerakkan Belajar Bahasa Inggris “Bayar Pakai Sampah”

Dari dulu aku suka belajar bahasa Inggris. Bahkan sampai sekarang aku masih suka belajar bahasa Inggris lewat berbagai tutorial di internet.

Kadang nonton YouTube, kadang ikut mini course gratisan, kadang cuma scrolling short video yang isinya “5 vocabulary to sound smarter” padahal ujung-ujungnya tetap ngomong “very good” 😄.

Nah, waktu aku lagi exploring, aku ketemu sama salah satu cerita yang menurut aku inspiratif banget. Bukan cuma karena dia ngajarin bahasa Inggris, tapi karena caranya ngajarin itu tidak biasa. Bahkan bisa dibilang anti-mainstream tapi penuh makna.

Anak-anak menyerahkan sampah plastik

Jadi ceritanya itu... Daripada murid bayar pakai uang, di sini murid justru diminta “bayar” pakai sampah plastik.

Iya, kamu nggak salah baca.

Bayar kursus = bawa sampah.

Belajar speaking = sekalian peduli lingkungan.

Dapat ilmu = lansia dapat beras.

Sebuah win-win solution yang jarang kita lihat.

Beberapa tahun terakhir, kita sering mendengar kalimat “generasi emas Indonesia.” Tapi, apa jadinya kalau generasi emas itu tumbuh di tengah lingkungan yang penuh sampah plastik, jauh dari akses belajar, dan orang tuanya sedang berat-beratnya bertahan hidup akibat pandemi?

Di banyak tempat, situasi ini berakhir dengan rasa pasrah. Namun di sebuah sudut Bali Utara, tepatnya di Desa Pemuteran, ada seorang anak muda yang memilih jalur berbeda: bukan sekadar mengeluh, tapi bergerak.

Namanya Gede Andika Wira Atmaja, atau akrab dipanggil Dika. Setelah lulus dari Universitas Udayana, ia pulang ke kampung halaman.

Di masa itu, pandemi COVID-19 sedang mengguncang Bali sebagai salah satu wilayah di Indonesia yang sangat bergantung pada pariwisata.

Saat bandara sepi, hotel tutup, dan toko souvenir gulung tikar, bukan hanya wisatawan yang hilang, tetapi juga mata pencaharian banyak keluarga.

Pendidikan ikut kena imbas: anak-anak tidak sekolah, tidak punya aktivitas, dan gadget bukan barang murah untuk belajar daring.

Daripada membiarkan waktu terbuang, Dika berpikir: “Kalau pariwisata nanti bangkit lagi, anak-anak desa harus siap. Paling tidak bahasa Inggris mereka jalan dulu.” Dari pemikiran sederhana itu lahirlah kegiatan kecil di teras rumah. Ia mulai mengajari anak-anak SD–SMP bahasa Inggris. Gratis.

Namun, perjalanan ini tidak berhenti di situ. Dika sadar bahwa mengajar saja tidak cukup. Anak-anak perlu reason (alasan) moral mengapa mereka belajar.

Maka lahirlah ide kreatif, pembayaran kursus diganti dengan sampah plastik. Bukan SPP (Sumbangan Pembinaan Pendidikan), tapi SPP versi baru Sampah Plastik Pilihan. Ringan, lucu, tapi filosofis.

Program itu diberi nama KREDIBALI yang merupakan singkatan dari Kreasi Edukasi Bahasa dan Literasi Lingkungan.

Jadi bukan cuma paham grammar dan vocabulary, tapi juga tahu bagaimana menjadi manusia yang peka dengan lingkungan dan sesama.

Sampah plastik yang mereka kumpulkan tidak cuma jadi tumpukan, tetapi ditabung melalui Plastic Exchange, kemudian ditukar dengan beras, yang kemudian dibagikan kepada lansia yang kurang mampu.

Belajar sambil berbagi. Speaking practice sambil membersihkan desa. This is English for real impact.

Dari Komunitas Kecil Menjadi Gerakan Sosial yang Diperhitungkan

Belajar Bahasa Inggris bersama Gede Andika SAtu Indonesia Awards

Pada mulanya, program ini hanya diikuti oleh sekitar 20–30 anak. Lalu, makin hari semakin banyak yang datang.

Anak-anak merasa belajar ini menyenangkan, bukan mengintimidasi. Tidak ada suasana “kelas formal,” tapi ada interaksi yang hidup.

Bermain sambil belajar, menyusun kosakata sambil tertawa, menghafal kata-kata baru sambil sesekali saling “sir, sir, mister!” kepada Dika dan para relawan.

Kegiatan ini kemudian berkembang menjadi rutin dan komunal. Orang tua pun ikut mendukung karena mereka melihat manfaatnya langsung, misalnya bukan sekadar pelajaran, tapi pembentukan karakter.

Anak-anak belajar bahwa “menolak membuang sampah sembarangan” adalah bentuk kasih sayang untuk desa sendiri.

Dalam satu semester, KREDIBALI berhasil mengumpulkan ratusan kilogram sampah plastik dan menyalurkannya kembali dalam bentuk ratusan kilogram beras untuk lansia desa. Pendidikan → lingkungan → kemanusiaan. Semua saling terhubung.

Ketika Peluang Besar Muncul, Gede Andika Tetap Memilih untuk Mengakar

Pada titik tertentu, Dika punya kesempatan emas karena mendapatkan beasiswa S2 di Inggris. Banyak orang mungkin akan langsung mengepak koper dan terbang.

Tapi Dika memilih jalan yang tidak biasa. Ia menunda kesempatan ke luar negeri demi melanjutkan gerakan ini di tanah sendiri. Ia tetap belajar, tetap berkembang , tapi sambil terus menghidupkan KREDIBALI.

Pilihan ini menunjukkan bahwa tidak semua pahlawan masa kini harus muncul dari gedung-gedung tinggi. Kadang, pahlawan ada di gang kecil, di desa pesisir, mengajar anak-anak di bawah pohon ketapang, dengan papan tulis seadanya.

Gede Andika Meraih SATU Indonesia Award 2021

Upaya yang konsisten akhirnya berbuah apresiasi. Pada tahun 2021, Gede Andika menerima SATU Indonesia Award dari Astra untuk kategori khusus Pejuang Tanpa Pamrih di Masa Pandemi COVID-19.

Penghargaan ini bukan sekadar trofi, tetapi pengakuan bahwa perubahan tidak harus menunggu besar. Gerakan sosial bisa dimulai dari halaman rumah sendiri.

Setelah itu, ruang kolaborasi makin luas. KREDIBALI merambah ke desa lain, menggandeng OSIS, karang taruna, komunitas pemuda, dan relawan. Dari Pemuteran, bergerak ke Payangan, dan ke wilayah lain di Bali.

Mengenal Astra & SATU Indonesia Award

Banyak anak muda terinspirasi, tapi sering bertanya: “Aku juga punya kegiatan sosial. Tapi bagaimana caranya biar bisa berkembang seperti KREDIBALI?” Nah, di sinilah peran Astra melalui PROGRAM CSR SATU Indonesia Award.

Program ini rutin mencari penggerak muda dari seluruh Indonesia di bidang:

  • Pendidikan
  • Lingkungan
  • Kesehatan
  • Teknologi, dan
  • Wirausaha

Kalau kamu juga punya inisiatif sosial, komunitas kecil, atau program yang berdampak besar atau kecil, kamu juga bisa kok daftar.

  • Daftar resmi (online): https://satuindonesiaawards.astra.co.id/
  • Detail mekanisme (opsional): https://anugerahpewartaastra.satu-indonesia.com/2024/mekanisme/

Siapa tahu, tahun depan kisah kamu yang dibaca orang lain, seperti kita membaca kisah Dika hari ini. Dimulai dari hal kecil lalu bergerak bertahap hingga memberi keberanian pada orang lain. Karena kadang, perubahan besar lahir dari satu kalimat sederhana “Kalau tidak ada yang mulai… ya aku aja yang mulai duluan...”

Husnul Khotimah

Seorang ibu yang senang menulis tentang motivasi diri, parenting dan juga tentang kehidupan sehari-hari di Jombloku. Semoga blog ini bisa membawa manfaat buat kita semua.

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak